belajar dari kesedihan

Rabu, 12 Mei 2010
Entah ada apa dengan tahun ini. Beberapa pasangan yang gua kenal kehilangan pasangannya untuk selama-lamanya. Pertama, suami dari teman kantor pacar gua meninggal. Beritanya cukup mengejutkan. Walaupun dia sudah menderita sakit sejak lama, tapi tidak ada yang menyangka kepergiannya akan secepat itu. Kedua, teman gereja gua kehilangan pacarnya. Yang ini lebih mengejutkan lagi, karena benar-benar mendadak. Ketiga, beberapa hari lalu sodara gua kehilangan suaminya. Yang terakhir ini bikin gua shock. Sebelumnya masih baik-baik saja, tapi beberapa jam kemudian Tuhan memanggilnya.

Itulah kehidupan. Terkadang kita tidak pernah tahu kapan Tuhan akan memanggil kita ataupun orang-orang terdekat kita. Tapi bukan itu yang mau gua tulis. Dari ketiga pasangan tersebut, yang pertama dan yang kedua begitu depresi karena kehilangan. Yang pertama, ketika gua melayat ke rumah duka, si istri nampak begitu sedih, begitu terpukul, nampak begitu kehilangan pegangan. Padahal gua dateng di hari kedua. Sementara yang kedua, merasa kehilangan dan merindukan kekasihnya. Dia selalu menulis status di fesbuk tentang hal yang sama nyaris setiap harinya.

Tapi yang ketiga bikin gua salut. Padahal dia jg ditinggal suaminya dengan mendadak, tanpa pesan, tanpa sakit parah terlebih dahulu. Dia pasti shock berat, apalagi kedua anaknya masih sangat kecil. Tapi dengan kepala tegak dia bisa bilang,

"Saya harus pakai logika, bukan pakai hati. Kalau saya pakai hati, saya akan terus-terusan menangis, mengurung diri di kamar, tidak mau makan, dan pada akhirnya saya akan depresi. Tapi kalau saya pakai logika, saya masih bisa tersenyum walaupun berat, saya masih bisa makan walaupun sedikit. Saya harus menunjukkan pada almarhum suami saya kalau saya bisa tegar, bisa bertahan mengurus dan merawat anak-anak. Saya tidak sendiri karena saya tahu Tuhan ada beserta saya."

Gua kagum mendengar ucapannya. Belajar satu hal dari sebuah kesedihan. Bahwa kesedihan hanya akan jadi kesedihan jika terus menerus diratapi, tapi kesedihan bisa jadi satu kekuatan hidup jika kita bisa tegar. Gua berharap, jika suatu hari gua mengalami hal yang sama, gua bisa berkata seperti itu juga. Lagipula, kematian itu bukanlah akhir dari kehidupan, justru awal dari kehidupan yang kekal.

4 komentar:

{ Nirmala } at: 13 Mei 2010 pukul 10.31 mengatakan...

hehe, setuju mel...tapi proses berjalannya kehidupan memang tidak semudah cara bekerja otak kita. some people have to express their sadness, that's the way they cope with their problem, so they won't be depressed.
beberapa lainnya memang lebih terlihat lebih tegar dan bisa menerima yang terjadi. tapi percayalah, di dalam hati mereka terjadi kekacauan yang sama, cuma keluarnya aja yang beda.
jadi,tugas kitalah untuk menjadi pendamping bagi yang terlihat lemah. karena untuk itulah Tuhan menempatkan kita dalam hidup mereka.

{ Bubble-pinkz } at: 14 Mei 2010 pukul 07.05 mengatakan...

pastilah siapapun yg ditinggalkan pasti akan mengalami kekacauan yg sama, tapi seengga2nya ucapan yg tegar itu bisa bantu menguatkan diri mereka sendiri...

gimanapun kita mendampingi mereka, mereka kan tetep harus bisa menata kehidupan mereka sendiri...

Anonim at: 14 Mei 2010 pukul 21.27 mengatakan...

sedih dan gembira.. bukankah itu hanya di pikiran kita?

-lusi

{ Bubble-pinkz } at: 15 Mei 2010 pukul 09.09 mengatakan...

emang ada di pikiran kita... tapi kan kadang2 dari tingkah laku kita keliatan apa kita sedih atau gembira... hehehehe...

 
 

© 2010 warna-warni diriku, Design by DzigNine
In collaboration with Breaking News, Trucks, SUV